Perumusan Dan Kode Etik Profesi Akuntan di Indonesia
Dalam
konggresnya tahun 1973, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) untuk pertama kalinya
menetapkan kode etik bagi profesi akuntan Indonesia, kemudian disempurnakan
dalam konggres IAI tahun 1982, 1986,1994, dan terakhir tahun 1998-sekarang.
Etika profesi akuntan di
Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia. Draft Kode Etik Akuntan
Indonesia sudah disusun jauh sebelum kongres IAI yang pertama, namun baru disahkannya Kode Etik Akuntan Indonesia yang pertama pada saat konggres IAI III pada
tanggal 2 Desember 1973. Kode Etik ini 90 % merupakan Kode Etik AICPA yang
berlaku di Amerika Serikat saat itu. Menurut AICPA ada 6 prinsip, yaitu
1. Tanggung-Jawab
Dalam menyelesaikan tanggungjawab sebagai
profesional, anggota perlu melatih sensitifitas profesional dan pertimbangan
moral dalam semua aktivitas mereka. Tangungjawab utama adalah untuk publik
secara umum. Kode tersebut menyebutkan tiga area kewajiban, yaitu: a) Untuk
meningkatkan kegiatan accounting, b) Untuk memelihara kepercayaan publik, dan
c) Untuk menyelesaikan tanggungjawab profesional untuk pemerintahan sendiri.
Untuk memenuhi kewajiban moral diatas, kode
etik menandai bahwa akuntan membutuhkan praktek penilaian sensitifism moral.
Untuk penilaian sensitive moral, akuntan akan membutuhkan sebagai evaluasi
aktivitasnya dipandang dalam sudut alasan. Akuntan akan membutuhkan dengan
mempertimbangkan: Apakah aktivitas ini menguntungkan atau merugikan?, Apakah menghormati
terhadap hak mereka?, Apakah pekerjaannya dengan fair?, Apakah mereka konsisten
dengan komitmen akuntan yang dibuat?
Penilaian sensitivisme moral memastikan tidak
ada tempat untuk perilaku yang egois (mementingkan diri sendiri). Sebagai
konsekuensi profesi akuntan dan banyak partner kerja dalam profesi yang akan
menyuarakan dengan beberapa versi atau the golden rule.
2. Melayani Kepentingan
Publik
Anggota perlu menerima tanggung-jawab untuk
tindakan melayani kepentingan publik, kepercayan publik, dan komitmen
profesionalisme, Kode menjelaskan bahwa tanggungjawab untuk publik adalah nilai
pembeda profesional. Seandainya fungsi
accounting sebatas sebagai accounting publik dilibatkan dalam external auditing,
lalu tentu saja tanggungjawab untuk publik jelas, tetapi soal dengan tax
accounting and manajemen accounting atau bahkan internal auditing? Penjelasan
kepercayaan publik berakhir dengan pernyataan bahwa semua yang suka rela
menerima keanggotaan dalam AICPA berkomitmen untuk menghormati kepercayaan
publik.
3. Integritas
Untuk memelihara dan meluaskan kepercayaan
publik, anggota pada perform semua tanggungjawab profesional dengan
meningkatkan daya integritas. Prinsip ke dua diatas digunakan untuk memecahkan
tekanan konflik dari antara group dengan integritas, prinsip ini adalah prinsip
yang spesifik akan kebutuhan pada integritas. Kode ini menggambarkan integritas
dalam jalan berikut: “Integritas adalah elemen karakter fundamental untuk
pengenalan profesional. Itu adalah kualitas dari memperoleh kepercayaan publik
dan benchmark yang melawan terhadap
anggota yang harus melakukan tes akhir untuk semua keputusan, memerlukan
anggota untuk melakukan, antara pemikiran yang lain, kejujuran, dan kesucian
dalam batasan kerahasian klien. Layanan dan kepercayaan publik tidak perlu diperbudak
keuntungan dan kelebihan personal, Itu diukur dalam istilah apakah benar atau
adil”.
Secara jelas dapat dikatakan bahwa keputusan
salah menggambarkan keuangan perusahaan atau melewatkan beberapa kecurigaan red flags dalam laporan keuangan
perusahaan akan melanggar integritas akuntan, tetapi integritas mana yang
dilanggar? Tentu saja jelas jawabannya seperti tingkah laku yang melibatkan
akuntan dalam melakukan ketidak jujuran. Integritas, sebagai kejelasan dari
statement, adalah sering diambil untuk menyamakan dengan kejujuran.
4. Objektivitas Dan Independensi
Anggota perlu memelihara objektivitas dan
bebas konflik kepentingan dalam membebaskan tanggungjawab profesional. Anggota
praktisi publik perlu kebebasan dalam fakta dan penampilan ketika menyediakan
auditing dan jasa opini lainnya, Objektivitas adalah kwalitas sudut pandang,
karena itu adalah kebaikan, beberapa kebiasaan yang dikembangkan. Prinsip ini
memerlukan seseorang yang objektive yang tidak berat sebelah, secara
intelektual jujur, dan bebas konflik kepentingan. Untuk melaksanakan ketiga
prinsip diatas maka diperlukan independence untuk menghalangi hubungan yang
mungkin nampak untuk merusak objektivitas anggota dalam menyumbangkan layanan
opini. Anggota dalam layanan publik perlu independence dalan fakta dan
penampilan, serta untuk menuju keberhasilan obyektivitas tidak mudah dan harus
berusaha sebaik-baiknya pada waktu untuk memenuhi pandangan point objektive.
5. Keperdulian Yang Pantas
Anggota perlu mengamati teknik profesi dan
standart etika, bekerja keras secara berkesinambungan untuk meningkatkan
kompetisi dan kualitas jasa, dan memebaskan tanggungjawab profesional untuk
kemampuan anggota yang terbaik. Prinsip ini menetapkan penghalang yang sangat
tinggi untuk akuntan. Penjelasan pada prinsip menandai bahwa itu melibatkan
“mencari keunggulan” yang diidentifikasi sebagai inti sari dari prinsip ini.
Keunggulan itu memerlukan : a) Competence
(kemampuan) adalah sesuatu yang akan diperoleh dari pendidikan dan pengalaman,
dan b) Diligence (kerajinan) adalah
aspek lain yang mana “memaksakan tanggungjawab untuk memandang layanan dengan
segera dan hati hati, untuk menjadi seksama, dan untuk mengamati teknik yang
bisa diterapkan dan standart etika.
6. Lingkup Dan Nature Jasa
Anggota dalam praktik publik perlu mengamati
The Principles of the Code of Conduct dalam menentukan lingkup dan nature
tentang jasa yang disajikan. Penjelasan yang mendasari kesesuaian lingkup dan
nature jasa mengamanatkan bahwa beberapa persoalan prinsip mungkin menghadirkan
“keseluruhan batasan atas layanan non audit yang mungkin ditawarkan untuk klien
spesifik. Tidak ada peraturan yang tidak dapat diubah dapat dikembangkan untuk
menolong anggota menjangkau penilaian, tetapi mereka harus mencukupi bahwa mereka
mempertemukan spirit prinsip dalam kepedulian. Aplikasi prinsip adalah tindakan
yang terbaik dilakukan dalam spirit keadilan oleh kebijaksanaan praktisi.
Sebagai kode menyatakan : “dalam order untuk memenuhi ini, anggota perlu : 1)
Praktik dalam firma yang mempunyai tempat prosedur kontrol kwalitas internal
untuk memastikan bahwa layanan dengan segenap kemampuan dikirimkan dan cukup
diawasi, 2) Menentukan, dalam pertimbangan individual mereka, apakah lingkup
dan nature pelayanan lain disajikan untuk klien audit akan menciptakan konflik
kepentingan dalam performance fungsi audit untuk klien itu, dan 3) Menilai,
dalam pertimbangan individual mereka, apakah aktivitas konsisten dengan
peraturan mereka sebagai profesional
Kode Etik yang ke dua
sebenarnya belum pernah disahkan oleh IAI karena sangat kontroversial. Ciri
khusus dari Kode Etik ini adalah Kode Etik ini bukan saja untuk Akuntan Publik
tetapi juga untuk Akuntan Manajemen, Akuntan Pemerintah dan Akuntan Pendidik.
Kode Etik yang ke tiga
disahkan dalam konggres IAI V di Surabaya pada tanggal 20-30 Agustus 1986. Menurut Harahap (1991),
Kode Etik ini lahir antara dua kutub ide yang berkembang. Kutub pertama
menghendaki agar Kode Etik hanya mengatur profesi Akuntan Publik saja,
sedangkan kutub yang lain menghendaki agar Kode Etik mengatur semua akuntan
berregister tanpa kecuali di manapun ia berkiprah.
Keempat
kalinya, Kode Etik IAI dirumuskan dalam kongres IAI VI ditambah dengan
masukan-masukan yang diperoleh dari seminar sehari. Pemutakhiran
Kode Etik Akuntan Indonesia dilaksanakan tanggal 15 Juni 1994 di hotel Daichi
Jakarta serta hasil pembahasan sidang Komisi Kode Etik dalam kongres IAI VII di
Bandung. Kongres menghasilkan ketetapan bahwa Kode Etik Akuntan Indonesia
terdiri atas:
1.
Kode Etik Akuntan
Indonesia yang disahkan dalam kongres VI IAI di Jakarta terdiri atas 8 BAB dan
11 pasal ditambah dengan 2.
2.
Pernyataan Etika Profesi
No.1 sampai dengan 6 yang disahkan dalam kongres IAI VII di Bandung tahun 1994.
Dalam
rangka meningkatkan kualitas profesi akuntan, IAI dalam kongres VIII telah
merumuskan Kode Etik Akuntan Indonesia yang baru. Kode Etik ini mengikat para
anggota IAI di satu sisi dan dapat dipergunakan oleh akuntan lainnya yang bukan
atau belum menjadi anggota IAI di sisi lainnya. Kode Etik Akuntan Indonesia
yang baru tersebut terdiri dari tiga bagian (Prosiding kongres VIII, 1998),
yaitu :
1. Kode Etik Umum
a. Terdiri dari prinsip etika profesi, yang
merupakan landasan perilaku etika profesional, memberikan kerangka dasar bagi
Aturan Etika, dan mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota.
b. Prinsip Etika disahkan oleh konggres dan
berlaku bagi seluruh anggota.
c. Prinsip Etika yang dimaksud
terdiri dari 8 prinsip, yaitu :
·
Tanggung Jawab Profesi.
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, anggota harus
senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan
yang dilakukannya.
·
Kepentingan Umum.
Anggota IAI harus menerima kewajiban untuk bertindak dengan suatu cara yang
akan melayani kepentingan publik, menghormati kepercayaan publik, dan
menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
·
Integritas.
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, anggota IAI harus
melaksanakan tanggung jawab profesionalnya dengan integritas tinggi.
·
Obyektifitas.
Setiap anggota harus menjaga obyektifitasnya dan bebas dari benturan
kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
·
Kompetensi dan
Kehati-hatian Profesionalnya. Seorang anggota IAI
harus melakukan jasa profesional dengan kehati-hatian, kompetensi dan kerajinan
dan mempunyai kewajiban yang berkesinambungan untuk memelihara pengetahuan dan
ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa
klien atau pemberi kerja mendapatkan keuntungan dari jasa profesional yang
kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling
mutakhir.
·
Kerahasiaan.
Setiap anggota IAI harus menghormati kerahasiaan dari informasi yang diperoleh
selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan
informasi tersebut tanpa persetujuan yang perlu dan khusus atau kecuali bila
ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk pengungkapan.
·
Perilaku Profesional.
Seorang anggota IAI harus bertindak dengan tingkah laku yang konsisten dengan
reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan
profesi. Kewajiban untuk menjauhi perilaku yang dapat mendiskreditkan profesi
mengharuskan anggota IAI harus mempertimbangkan, ketika mengembangkan kebutuhan
etik, tanggung jawab anggota IAI kepada klien, pihak ketiga, anggota profesi
akuntan yang lain, staf, pemberi kierja dan masyarakat umum.
·
Standar Teknis.
Seorang anggota IAI harus melaksanakan jasa profesionalnya, sesuai dengan standar
teknis dan profesional yang relevan. Anggota IAI mempunyai kewajiban untuk
melaksanakan dengan kehati-hatian dan memakai ketrampilannya. Instruksi klien
atau pemberi kerja sepanjang sejalan dengan kebutuhan akan integritas.
d. Kode Etik Umum mengikat seluruh
anggota IAI.
e. Kode Etik Umum dirumuskan oleh
Badan Pekerja Kongres dan disahkan dalam kongres.
f. Badan Pekerja Kongres yang
dibentuk oleh pengurus Pusat mengevaluasi Kode Etik Umum berdasarkan masukan
dari para anggota, Pengurus Pusat dan Majelis Kehormatan untuk selanjutnya
mengusulkan dalam Kongres perubahan Kode Etik Umum Akuntan Indonesia yang dipandang
perlu.
2. Kode Etik Akuntan
Kompartemen.
a. Kode Etik Akuntan Kompartemen
mengikat seluruh anggota Kompartemen yang bersangkutan.
b. Tiap Kompartemen dalam Rapat
Anggota Kompartemen wajib merumuskan apakah dipandang perlu bagi anggota Kompartemennya
disusun Kode Etik Akuntan Kompartemen.
c. Karena fungsinya dalam pelayanan
jasa profesional kepada masyarakat pengguna jasa profesi Akuntan Publik untuk
merumuskan Kode Etik Akuntan Kompartemen Akuntan Publik.
d. Kode Etik Akuntan Kompartemen
disahkan oleh Rapat Anggota Kompartemen.
e. Tiap-tiap Kompartemen memiliki
hak otonomi untuk memutuskan apakah dipandang perlu membentuk badan khusus yang
bertugas merumuskan Kode Etik Kompartemen. Badan ini dapat berbentuk badan
tetap yang bertanggung jawab kepada Pengurus Kompartemen, atau badan ini
merupakan Badan Pekerja Rapat Anggota Kompartemen yang dibentuk oleh Pengurus
Kompartemen.
f. Kode Etik Akuntan Kompartemen
disusun berdasarkan Kode Etik Umum oleh karenanya tidak boleh bertentangan dengan
Kode Etik Umum Akuntan Indonesia.
3. Interpretasi Kode Etik
Akuntan Kompartemen.
a. Interpretasi Kode Etik Akuntan
Kompartemen merupakan panduan penerapan Kode Etik Akuntan Kompartemen.
b. Disusun oleh Badan Khusus yang
dibentuk oleh Pengurus Kompartemen dan disahkan oleh Pengurus Kompartemen.
Beberapa Pelanggaran Kode
Etik Akuntan di Indonesia.
Meskipun telah dibentuk unit
organisasi penegakan etika sebagaimana disebutkan di atas, namun demikian
pelanggaran terhadap kode etik ini masih ada. Berdasarkan Laporan Dewan
Kehormatan dan Pengurus Pusat IAI dalam kongres IAI, pelanggaran terhadap Kode
Etik dan sengketa secara umum meliputi sebagai berikut :
a.
Kongres V (1982-1986),
meliputi : (Hoesada, 1996): 1) Publikasi (penawaran jasa tanpa permintaan,
iklan, pengedaran buletin KAP). 2) Pelanggaran Obyektifitas (mengecilkan
penghasilan, memperbesar biaya suatu laporan keuangan). 3) Isu pengawas intern
Holding mempunyai KAP yang memeriksa perusahaan anak Holding tersebut). 4)
Pelanggaran hubungan dengan rekan seprofesi. Dan 5) Isu menerima klien yang
ditolak KAP lain dalam perang tarif.
b.
Kongres VI (1986-1990),
meliputi : (Hoesada, 1996): 1) Publikasi (ucapan selamat hari Natal, Tahun
Baru, Merger pada perusahaan bukan
klien, selebaran, iklan). 2) Perubahan opini akuntan tanpa bukti pendukung yang
kuat. 3) WTP tanpa kertas kerja memadahi. 4) Surat akuntan pengganti. 5)
Sengketa membawa kertas kerja keluar KAP. 6) Wan Prestasi pembayaran fee. Dan 7) Pengaduan pemegang saham minoritas tentang Laporan Keuangan,
KAP dituduh memihak.
c.
Kongres VII (1990-1994), jumlah kasus 21 buah
melibatkan 53 KAP, pengaduan terutama berasal dari instansi pemerintah dan BUMN
pemakai Laporan (50 % pengaduan), perusahaan klien (30 %), sisanya oleh KAP dan
pengurus IAI (20 %). (Hoesada, 1996) Pengaduan meliputi : 1) Dua pengaduan
Bappepam tentang kualitas kerja. 2) Sebuah pengaduan Bapeksta tentang cap dan
tanda tangan tanpa opini dan tentang pernyataan akuntan terkait pasal 47 KUHD
(35 KAP). 3) Pengaduan Direktor Asuransi Ditjen Lembaga Keuangan tentang
penyimpangan Laporan AT dan PAI. 4) Pengaduan Deputi BPKP atas audit perusahaan
daerah sesuai NPA. 5) Pengaduan Deputi BPKP tentang penawaran atas kerja sama
dalam rangka pemberian jasa akuntan. 6) Pengaduan PT Taspen tentang audit tidak
sesuai NPA. 7) Pengaduan klien KAP tentang audit tidak sesuai NPA, laporan
audit terlambat, tidak sesuai PAI, dua opini berbeda dua KAP untuk klien
periode sama, tugas tidak selesai dan berkas hilang. 8) Pengaduan antar KAP
tentang komunikasi akuntan pengganti dan akuntan terdahulu. Dan 9) Pengaduan
iklan oleh pengurus IAI.
d.
Konggres VIII
(1994-1998), meliputi: objektivitas, komunikasi, standart teknis dan
kerahasiaan (Riyanti,1999). Adanya kesalahan sama,
yang terulang dari tahun ke tahun tersebut disebabkan karena pengurus lini
pertama sampai tingkat atas yaitu Dewan Kehormatan bersifat tertutup. Hal ini
menunjukkan kekurangseriusan IAI dalam menyelesaikan masalah secara
tuntas.
Sidang Komisi Kongres IAI VIII bagian Pendahuluan Kode Etik IAI
menyatakan bahwa: “Kepatuhan terhadap Kode Etik, seperti juga dengan semua
standar dalam masyarakat terbuka, tergantung terutama sekali pada pemahaman dan
tindakan sukarela anggota. Di samping itu, kepatuhan anggota juga ditentukan
oleh adanya pemaksaan oleh sesama anggota dan oleh opini publik, dan pada
akhirnya oleh adanya mekanisme pemrosesan pelanggaran Kode Etik oleh
organisasi, apabila diperlukan terhadap anggota yang tidak menaatinya. Jika
perlu, anggota juga harus memperhatikan standar etik yang ditetapkan oleh badan
pemerintah yang mengatur bisnis klien atau menggunakan laporannya untuk
mengevaluasi kepatuhan klien terhadap peraturan perundang-undangan yang
berlaku.“
SUMBER
: